
Hello Kebaya Lovers!
PERCERAIAN dalam rumah tangga karena berbagai sebab dalam rumah tangga seringkali tak dapat dihindari. Ketika perpisahan suami dan istri menjadi sebuah keputusan, dampak psikologis yang mungkin dialami anak-anak tidak bisa diabaikan. Butuh sikap bijak dari orangtua untuk mengesampingkan ego masing-masing dan butuh keikhlasan anak untuk menjalani kehidupan ke depan yang lebih baik.
Egi Apriyanti tak dapat menyembunyikan kekecewaannya. Harapannya agar ayah kandungnya hadir dalam acara wisuda sirna sudah. Bukan tanpa alasan ia berharap ayahnya datang ke acara pengukuhan gelar sarjana di Universitas Pamulang, Tangerang Selatan ini. Egi ingin menunjukkan, bahwa nggak semua anak broken home lemah, buktinya ia berhasil meraih gelar sarjana dengan nilai cum laude dan dinobatkan sebagai wisudawan terbaik.
Kekecewaan Egi terobati. Di hari bahagianya itu, ibunya Eka Sugiyanti dan ayah sambungnya Supardi hadir dan mendampinginya di atas podium, menemaninya menyampaikan kata sambutan sebagai perwakilan wisudawan, 12 Januari 2025 lalu dengan penuh rasa bangga.
“Bapak dan mama saya bercerai saat saya usia 12 tahun, kelas 6 SD. Perasaan saya biasa saja, malah lega dan senang. Perpisahan itu sebagai ‘puncak’ dan akhir dari perdebatan-perdebatan yang sebelumnya selalu timbul di keluarga saya,” ungkap Egi.
Perempuan 24 tahun ini mengatakan, ketika ibunya mengatakan akan berpisah ia merasa lega. Harapannya, sang ibu akan menjalani hari-hari barunya yang mungkin lebih membahagiakan. Di mata Egi, ibunya sosok yang bertanggungjawab dan selama ini memenuhi kebutuhan lima anaknya tanpa sokongan dari sang ayah. Bahkan, kasih sayang yang seharusnya diberikan ayahnya meski telah berpisah dari sang ibu tak juga ia dapatkan.
“Sebetulnya saya kurang paham definisi kasih sayang yang seharusnya saya dapat, terutama dari bapak saya. Beliau tipe yang abai dengan kebutuhan primer saya dan adik-adik, dan sepenuhnya dibebankan kepada mama. Bapak lebih senang untuk memenuhi kebutuhan tersier kami, seperti liburan,” ungkap Egi.
Kebaya Lovers!
Yang disayangkan Egi, ayahnya abai dengan pendidikan anak-anaknya. Dua kakak Perempuannya tidak mengenyam pendidikan hingga 12 tahun sebelum keduanya menikah.
“Saya merasa jika kondisi keluarga terus menerus demikian, tidak akan ada yang bisa menjadi role model bagi kedua adik laki-laki saya. Apalagi adik laki-laki saya kurang mendapat perhatian dari ayah. Saya tidak mau kedua adik saya tumbuh menjadi orang yang tidak berpendidikan, atau lebih buruknya akan tumbuh menjadi laki-laki brengsek,” ungkapnya.
Karena alasan itu, Egi bekerja keras untuk bisa mengenyam bangku kuliah agar bisa memberikan contoh untuk kedua adiknya. Ia ingin menyampaikan pesan, bahwa ada dunia yang lebih luas lagi di depan sana dan tentu saja gerbangnya adalah pendidikan.
Karena kegigihannya, Egi yang tumbuh tanpa kasih sayang ayah kandungnya berhasil membuktikan bahwa nggak semua anak yang berasal dari orangtua yang tidak utuh gagal dalam hidupnya.
Sejak kuliah semester 2 ia mengikuti program magang di salah satu media besar sebagai reporter desk politik. Tantangannya adalah, ia harus pandai memanage waktu antara magang yang harus masuk setiap hari. Meskipun melelahkan, ungkap Egi, disiplin waktu yang harus dijalani sudah ia pikirkan masak-masak.
“Saya mengambil risiko kuliah sembari meniti karir. Lebih baik saya belajar berlelah-lelah sejak dini dibanding saya baru memulai setelah lulus. Apalagi melihat realitas saat ini, tidak mudah mendapat pekerjaan tanpa bekal pengalaman yang cukup,” jelas Egi.
Saat menyampaikan kata sambutan di hari wisudanya, Egi menyampaikan pesan menyentuh: “Saya, anak ketiga dari lima bersaudara, akhirnya mampu menjadi Sarjana pertama di keluarga. Berkat Unpam, saya bisa mewujudkan impian untuk dapat menjadi role model bagi kedua adik laki-laki saya”.
Egi saat ini bekerja di sebuah kantor agency media dan berencana untuk melanjutkan kuliah ke jenjang S2. Anak ketiga dari lima bersaudara ini ingin mewujudkan impiannya menjadi seorang dosen. Go Egi Go! Semoga makin menginspirasi!
Kebaya Lovers!
Belajar dari kisah Egi Apriyanti, meski jalan yang dilalui anak-anak yang tumbuh dalam keluarga tak utuh tidaklah mudah. Dengan kegigihan, tekad kuat dan pengorbanan, masa depan yang cerah bisa dilalui dengan penuh rasa optimis. Buat kalian yang mengalami kisah seperti Egi, selalu semangat ya! ***