
Hello Kebaya Lovers!
SIANG itu, di depan ruang Kepala Sekolah TK Taruna Bakti Bandung, Indriyana Wahyuni S.S, puluhan murid TK A berlarian sambil sesekali berteriak memanggil nama temannya. Siswi memakai kebaya berwarna pink, yang dipadukan dengan kulot model sarung dari kain batik berwarna senada. Sementara siswa mengenakan pangsi, celana komprang dan atasan berwarna hitam. Untuk alas kaki, semua memakai sepatu kets dan kaos kaki yang warnanya tidak ditentukan.
Keramaian di lantai dasar bertambah saat murid TK B turun dari kelas mereka di lantai 2. Mereka bergabung dengan adik-adik kelas mereka; ada yang bermain ayunan, perosotan, atau jungkat-jungkit di halaman sekolah, ada yang bermain mandi bola di bawah tangga, ada juga yang bermain di dalam ruangan. Semua jempalitan layaknya anak-anak.
Anak-anak kecil itu tidak tampak canggung bermain dengan pakaian khas Sunda, gerakan mereka tidak kelihatan terhambat. Kulot model sarung yang panjangnya sebatas lutut membuat mereka bebas bergerak. Kebaya pun dari bahan yang nyaman dan menyerap keringat, cocok untuk anak TK yang banyak kegiatan.
Namun, yang namanya anak-anak, tetap saja baju mereka basah oleh keringat. Demikian juga rambut mereka lepek. Anak-anak perempuan yang tadinya tampil rapi dengan rambut dikepang, dikuncir, dijepit atau pakai pita, siang itu dandanannya sudah kocar-kacir.
Menurut Indriyana Wahyuni sebagaimana dikutip dari Buku Kebaya Kaya Gaya (Penerbit Buku Kompas, 2023), sesuai tema Kamis Nyunda, anak-anak TK itu belajar Bahasa Sunda dan bermain angklung. Mereka mengikuti pelajaran dengan antusias dan gembira. Apalagi saat tiba waktunya bermain angklung, suasana sekolah makin ramai dan meriah. Mereka berlatih di selasar depan kelas di lantai atas, sehingga bunyi angklung terdengar sampai ke lobi sekolah tempat para orangtua atau penjemput menunggu. Lagu yang mereka mainkan terdengar seperti dimainkan murid-murid kelas yang lebih tinggi: kompak dan rapi.
Kebaya Lovers!
Hari Kamis itu, tidak hanya murid perempuan yang mengenakan kebaya. Kepala Sekolah, para guru sampai staf Tata Usaha juga wajib berkebaya. Semua tanpa terkecuali ditanamkan rasa cinta dan penghargaan pada Tanah Pasundan, serta mengenal dan melestarikan budaya berkebaya dan memakai pangsi sejak kecil. Bahkan anak-anak kecil itu bisa berkomentar tentang kebaya, “Baju yang Indonesia banget.” Mereka suka kebaya dan batik karena warna-warnanya cerah dan motifnya beragam.
Untuk anak-anak perempuan usia 4-6 tahun, pengenalan kebaya sampai sebatas itu sudah memadai. Selain berkebaya tiap Kamis Nyunda, seragam mereka berupa gaun, rok atau celana pendek sesuai hari-harinya. Demikian juga di luar sekolah, mereka mengenakan pakaian kasual. Kebaya hanya dipakai ke acara formal/semi-formal seperti pernikahan atau acara adat. Orangtua mereka menganggap kebaya identik dengan sesuatu yang sakral sehingga tidak dikenakan sebagai pakaian kasual.
Para orangtua murid juga berpendapat akan bagus sekali jika ada satu hari untuk merayakan keberagaman kebaya Indonesia, seperti yang sudah dilakukan dengan batik. Itu sebabnya, mereka semua mendukung ditetapkannya tanggal 24 Juli sebagai Hari Kebaya Nasional, seperti 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional.
Wah menarik ya. Kesadaran untuk mencintai busana kebanggan orang Indonesia ini dikampanyekan melalui lembaga Pendidikan, Semoga semakin banyak sekolah-sekolah yang menerapkan pemakaian kebaya ya Kebaya Lovers! ***