
Hello Kebaya Lovers!
APRIL tuh identik banget sama yang namanya bulan Kartini. Nggak heran, sepanjang bulan ini kita sering banget lihat cewek-cewek dari berbagai umur, anak kecil, remaja, ibu-ibu, sampai nenek-nenek pada tampil cantik pakai kebaya Kartini. Kenapa kebaya jadi simbolan bulan April, karena setiap tanggal 21 kita ngerayain Hari Kartini, pahlawan nasional yang memperjuangkan hak perempuan, terutama soal pendidikan. Dari situlah, kebaya yang sering dipakai Kartini juga makin dikenal luas. Apalagi sejak beliau resmi jadi pahlawan nasional lewat Keppres Soekarno No. 108 tahun 1964.
Nah cek ciri-ciri Kebaya Kartini!
- Bukaan depan simetris, kiri-kanan sama
- Dulu dikatupin pakai peniti/bros, sekarang banyak yang pakai kancing
- Ada yang berkerah lipat, ada juga yang polos tanpa kerah
- Kancing atasnya deket leher, jadi bentuk kerahnya kayak huruf V
- Lengan panjang, model longgar tapi elegan
Sebenarnya kebaya itu dari mana sih? Mumpung masih vibes Kartini-nya kenceng, yuk kita flashback ke sejarah kebaya. Jadi ternyata, kebaya itu nggak langsung “jadi” kayak sekarang. Perjalanannya panjang banget, lho! Mulai dari pengaruh budaya luar yang masuk ke Nusantara dari jalur dagang zaman dulu. Nama “kebaya” aja kabarnya awalnya dari berbagai kata asing, kayak qaba, cambay, cabaya, tergantung negara asalnya, ada dari Persia, Arab, Portugis, sampai Eropa.
Dikutip dari buku Kebaya Kaya Gaya (penerbit Buku Kompas, 2023) dijelasin kalau bangsa asing yang masuk ke Indonesia lewat jalur dagang Asia, Timur Tengah itu ngebawa banyak budaya, termasuk soal fashion. Mereka punya pengaruh gede banget dalam perkembangan kebaya. Misalnya nih, kata qaba yang dipakai di Arab, Persia, sampai Turki, itu artinya baju panjang atau jaket luar. Dari situ, muncul banyak varian penamaan kebaya, ada cabaya, cabaaij, kabaya, sampai akhirnya jadi “kebaya” yang kita kenal sekarang.
Bahkan menurut peneliti Lee (2014), nama Cambaya itu juga nyambung ke nama kota di Gujarat, India, tempat produksi kain katun. Nah, dari sanalah kemungkinan besar muncul kata kebaya.
Kebaya Dulu dan Kini
Di Nusantara, baju penutup tubuh bagian atas itu mulai muncul sekitar abad ke-9, dan awalnya cuma dipakai bangsawan. Rakyat biasa sih, atasnya masih polos, bawahnya kain lilit doang. Tapi yang ningrat-ningrat, udah pakai selendang di dada buat nunjukin status. Terus makin ke sini, mulai keliatan di relief candi dan prasasti bahwa orang Jawa Kuno kenal baju atasan kayak kalambi, wajo, atau kurug. Itu semua udah kayak cikal bakal kebaya zaman sekarang.
Kebaya Zaman Kolonial
Di abad ke-19, pas Hindia Belanda masih berkuasa, kebaya dan kain jadi outfit utama perempuan, dari segala kalangan. Tapi jangan salah, jenis kebaya dan kainnya itu nunjukin status sosial juga. Perempuan bangsawan Jawa pakai kebaya dari beludru, brokat, atau sutra, plus kain batik tulis. Perempuan Belanda/Indo-Eropa pakai kebaya katun putih dengan renda Eropa, malamnya pakai kebaya sutra hitam. ART (Asisten Rumah Tangga) biasanya mengenakan kebaya putih polos dan kain batik. Dan perempuan Jawa biasa berkebaya katun bermotif dan kain batik pabrikan.
Ada juga istilah “kalámbi” yang dijelasin sama Raffles, itu semacam jaket panjang yang dipakai laki-laki dan perempuan. Nah bentuk kalámbi ini mirip-mirip sama kebaya panjang yang sekarang dikenal sebagai kebaya Kartini. Sementara Worsfold nyebutnya badjoe (untuk cowok) dan kabaia (untuk cewek), bentuknya kayak mantel panjang yang dikancingin, kadang pakai peniti juga.
Jadi, Kenapa Harus Bangga Pakai Kebaya?
Karena kebaya itu bukan cuma baju biasa. Di balik keanggunannya, ada cerita panjang tentang perjuangan, adaptasi budaya, dan identitas perempuan Indonesia. Mumpung masih bulan Kartini, yuk pakai kebaya bukan cuma buat tampil cantik, tapi juga buat ngenalin sejarah dan makna di baliknya ke generasi sekarang. ***