
ADA pemandangan menarik di TK Arti yang berlokasi di bilangan Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pagi itu hari Kamis, tampak Fatimah, Haura, Arka dan 20-anak usia 4-5 tahun terlihat bermain di halaman sekolah. Mereka telah selesai belajar bersama Ibu Laila dan Ibu Relia, Kepala Sekolah TK Arti yang berdiri sejak 1980 ini.
Mereka tampak ceria, berlarian, main perosotan, jungkat jangkit dan menaiki besi panjat dengan lincahnya, tak terkecuali anak-anak perempuannya. Peralatan main yang dimiliki TK Arti bukan yang bagus merek mahal tetapi dari besi yang tetap aman bagi anak-anak.
Yang unik, hari itu anak perempuan mengenakan Kebaya Encim dan kain yang sudah berupa rok panjang. Sementara anak laki-laki mengenakan setelan khas Betawi kaos cerah, celana batik, sarung yang dikalungkan di leher dan kopiah hitam.
Fatimah dan Haura, dua anak perempuan ini terlihat jungkir balik menaiki permainan besi panjat, bergelantungan dengan bebas. Sementara anak-anak perempuan lainnya bolak balik meluncur dari perosotan. Mereka semua tertawa gembira.
Fatimah yang terlihat sangat aktif dibanding teman lainnya mengaku senang mengenakan kebaya. Menurutnya berkebaya tidak menganggu gerakannya ketika menaiki permainan yang membutuhkan gerakan cepat. “Aku tetep bisa lari dan manjat,” ungkapnya polos.
Relia mengatakan, sejak awal ajaran baru tahun 2024, setiap awal bulan di Hari Kamis anak-anak TK Arti mengenakan pakaian daerah dan Kebaya Encim dijadikan pilihan untuk anak-anak perempuan.
“TK Arti mendapatkan dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan yang kemudian kami belikan kebaya, kain, kaos dan celana batik seharga Rp 120 ribu untuk 28 anak-anak. Orangtua mereka tidak keberatan dan mau membayar sebesar Rp 15 ribu untuk kebaya yang kemudian menjadi milik anak-anak,” ungkap Relia dikutip dari Buku Kebaya Kaya Gaya (Penerbit Buku Kompas, 2024).
Ia menjelaskan, ide untuk memasukan agenda berkebaya terinspirasi dari sebuah sekolah di Yogyakarta yang dalam satu hari mengenakan kebaya dan juga maraknya gerakan berkebaya yang digaungkan belakangan ini.
TK Arti berada di bawah Yayasan Partowidigdo yang didirikan untuk memberikan kesempatan kepada kalangan keluarga sederhana seperti anak pengemudi ojek online dan buruh cuci rumah tangga. Menurut Relia, pengelola TK Arti menyadari bahwa setiap anak harus mendapat kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan sejak dini.
“Kami tidak keberatan jika ada yang mencicil uang masuk dan juga menunggak iuran bulanan sebesar Rp 110 ribu. Rata-rata orangtua yang tidak mampu memiliki komitmen tinggi untuk pendidikan anak-anaknya. Ada seorang ibu yang single, meskipun menjadi buruh cuci tapi tidak pernah terlambat membayar sekolah anaknya,” papar Relia.
Relia berharap, pendidikan untuk mencintai budaya harus diperkenalkan sejak usia dini agar tertanam dengan kuat pada anak-anak dengan cara yang mudah dan tidak memberatkan. “Respons orang tua siswa saat pertamakali mengenakan kebaya sangat antusias. Lucu ya, sambil anaknya difoto,” ungkapnya.
Luas TK Arti hanya 120 meter persegi terdiri dari dua kelas dan satu ruang kepala sekolah dan guru. Aksesnya pun harus masuk gang kecil yang hanya bisa dilalui kendaraan roda dua. Bangunannya tua dan jendelanya terlihat mulai keropos dimakan usia. Namun, ungkap Relia, kondisi ini tidak menyurutkan semangat guru dan anak-anak untuk tetap semangat mengajar dan belajar.
Kebaya Lovers, menanamkan cinta budaya khususnya kebaya memang baiknya sejak dini seperti yang dilakukan jajaran pengajar TK Arti ini. Semoga sejak kecil, anak-anak sudah memahami bagaimana mencintai budaya Indonesia. ***