
Hello Kebaya lovers!
KOMUNITAS Perempuan Berkebaya (KPB) bareng SinemArt, Tarantella Pictures, The Big Picture, dan WCC Puantara ngadain acara edukasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di SCTV Tower Jakarta Pusat, Sabtu (15/11/2025). Tema acaranya relate banget,” “KDRT di Sekitar Kita, Apakah Kita Sadar?”
Acara dibuka dengan preview film Suamiku, Lukaku dari SinemArt yang langsung jadi bahan obrolan karena mengangkat pesan penting: stop menormalisasi KDRT, dalam bentuk apa pun.
KDRT Itu Nggak Cuma Pukulan
Sutradara Viva Westi cerita kalau proses pembuatan film ini banyak melibatkan perempuan di balik layar. Dan film ini nggak nanggung-nanggung, karena mengangkat empat bentuk KDRT yang paling sering terjadi tapi sering dianggap sepele: Tidak memberi nafkah, Kekerasan verbal, Kekerasan fisik, dan Pemerkosaan dalam pernikahan.
Menurut Viva, film ini menunjukkan betapa susahnya memutus siklus KDRT, baik bagi korban maupun pelaku. Dan lewat film ini, perempuan diajak sadar harus ke mana mencari bantuan jika mengalami kekerasan.
Narasi “sabar aja”, “ini ladang amal”, atau “karma bakal jalan sendiri” juga ditegaskan sebagai narasi berbahaya yang justru bikin korban terus terjebak.
Ayu Azhari: “Stop Normalisasi Tingkah Laku yang Mengarah ke KDRT!”

Ayu Azhari, salah satu pemain filmnya, juga ikut bersuara lantang. Menurutnya, masyarakat harus berhenti menganggap kekerasan sebagai hal yang biasa. “Anak-anak kadang mikir ibunya dulu juga kuat ‘bertahan’, jadi itu normal. Padahal enggak! Kita harus bikin masyarakat sadar kalau KDRT itu bukan sesuatu yang boleh diterima,” tegas Ayu.
Ayu yang terlibat aktif dalam proses lahirnya UU Anti KDRT juga mengusulkan adanya kursus pranikah bersertifikat biar calon pengantin siap mental dan paham batasan-batasan sehat dalam hubungan.
KDRT: Masih Tabu
Dalam sesi diskusi, Siti Mazumah dari WCC Puantara menjelaskan soal: jenis-jenis KDRT, hak korban yang wajib dilindungi negara, siklus KDRT yang selalu berulang, dan aturan hukum yang bisa menjerat pelaku sampai 15 tahun penjara.
Zumah menegaskan: kurangnya awareness jadi masalah besar. Banyak korban masih di-stigma “istri yang tidak benar”, sehingga memilih diam dan kembali ke pelaku.
Peserta yang hadir aktif nanya dan berdiskusi. Ini menunjukkan kalau isu KDRT bukan cuma masalah “rumah tangga”, tapi masalah sosial yang harus dibahas bareng-bareng.
Sutradara dan produser Sharad Sharan bilang Suamiku, Lukaku dibuat berdasarkan realita yang terjadi di banyak negara, termasuk Indonesia. “Saya berharap film ini bisa membuat perubahan. Dan yang paling spesial, semua yang terlibat di film ini adalah perempuan,” ucap Sharad. Film ini juga lagi ikut kompetisi di Berlin Film Festival.
KPB: Edukasi Itu Penting Biar Perempuan Nggak Lagi Diam
Lia Nathalia, Ketua KPB, menegaskan kalau kegiatan edukasi seperti ini memang jadi misi komunitas untuk meningkatkan kesadaran perempuan terhadap hak-hak mereka. “Isu KDRT itu ada di sekitar kita, tapi sering dianggap tabu. Lewat kegiatan ini, semoga makin banyak yang berani bersuara dan tahu harus bagaimana menyikapinya,” kata Lia.

Kenapa Film Suamiku, Lukaku Penting Buat Kita Semua?
1. Karena Indonesia masih darurat KDRT. Komnas Perempuan 2023 mencatat lebih dari 339.000 kasus kekerasan terhadap perempuan, mayoritas terjadi di ranah domestik. Angka aslinya kemungkinan jauh lebih besar karena banyak korban memilih diam.
2. Karena diamnya korban memperpanjang siklus kekerasan. Kita butuh keberanian penyintas, tapi juga dukungan komunitas, media, dan kebijakan publik.
3. Karena film ini bukan sekadar hiburan—ini ajakan bergerak
Lewat Film Suamiku, Lukaku semoga bisa membuka buka mata masyarakat tentang KDRT yang sering tidak terlihat, mendorong penyintas untuk cari bantuan, dan menginspirasi pembuat kebijakan untuk memperkuat perlindungan hukum.
Harapannya, film ini bisa jadi pemicu gerakan nasional untuk memutus rantai kekerasan. Bukan cuma lewat cerita, tapi lewat perubahan sikap dan keberanian bersuara. Film Suamiku, Lukaku adalah langkah kecil, tapi berarti, untuk menuju Indonesia yang lebih aman bagi perempuan. ***









































