Hello Kebaya Lovers!

KALIAN pernah mendengar kata Kohabitasi? Ya, Kohabitasi lagi rame dibahas nih, tentu saja ada yang pro dan yang kontra. Kohabitasi  adalah sebutan untuk pasangan yang tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan atau yang umum disebut “kumpul kebo”.  Fenomena ini mengundang pro dan kontra, terutama dikaitkan dengan dampak psikologis, kesehatan mental, agama, sosial dan aturan hukum. Nah, Kebaya Lovers, kita bahas kohabitasi dari sisi hukumnya dulu ya.

Bagi yang belum tahu, ternyata kohabitasi ini diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru, sebagaimana dijelaskan oleh Direktur Jenderal HAM, Dhahana Putra, dikutip dari website kemenkumham.id. KUHP baru dengan tegas mengatur perihal kohabitasi dan juga perzinaan. “Bagi pasangan yang belum menikah perlu memahami bahwa di KUHP baru ini kohabitasi juga memiliki konsekuensi hukum,” jelas Dhahana.

Dalam KUHP yang baru kohabitasi didefinisikan sebagai hidup bersama sebagai suami istri di luar pernikahan. Sementara itu, perzinaan dalam KUHP baru sama seperti KUHP lama tetap dipandang sebagai suatu tindak pidana. Merujuk pada, pasal 411 dalam KUHP yang baru setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya akan dikenai pidana perzinaan.

Kohabitasi maupun perzinaan termasuk dalam delik aduan dari orang yang merasa dirugikan sebagaimana diatur di dalam pasal 411 dan pasal 412 KUHP.  Menurut Dhahana, harus ada pengaduan dari suami, istri, orang tua, atau anak dari pihak yang terlibat dalam perbuatan tersebut sehingga  tanpa adanya pengaduan resmi dari pihak-pihak terkait tidak dapat diproses oleh aparat penegak hukum.

 “Ada pihak yang menuntut agar tindakan semacam itu diberikan hukuman karena tidak sesuai nilai-nilai sosial dan keagamaan, di sisi lain ada pihak yang menolak negara untuk mengatur hal tersebut karena dipandang telah mencampuri urusan privat, nah KUHP berupaya mencari titik keseimbangan,” ungkap Dhahana.

Kebaya Lovers!

Kohabitasi diatur dalam Undang-undang No 1/2023 tentang KUHP yang mulai berlaku dan mengikat 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Dalam Pasal 412 ayat (1) Undang-undang No 1/2023 pasal dikatakan, setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp10 juta. Apabila ada pengaduan dari suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Dalam ayat (2) dijelaskan, ketentuan mengenai hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dikenal dengan istilah kohabitasi. Ketentuan ini sekaligus mengesampingkan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang mengatur tentang kohabitasi, sepanjang tidak diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus/istimewa.

Pasal 412 ayat (1) dan (2) UU 1/2023, setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp10 juta[1] apabila ada pengaduan dari suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Pasal kohabitasi sempat memicu kontroversi karena dinilai menyangkut ranah privasi. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia era Presiden Joko Widodo,  Yasona Laoly  mengatakan, kohabitasi perlu diatur agar masyarakat tidak main hakim sendiri dan bebas menangkap pelaku kohabitasi.

“Kohabitasi yang dimaksudkan bukanlah kita juga bebas-sebebasnya menangkap orang, ada batasan, itu adalah delik aduan. Yang bisa mengadukan adalah orang tua, anak, istri, suami,” kata Yasonna Laoly seperti dikutip dari tempo.co, 11 Agustus 2023.

Nah, Kebaya Lovers, sudah paham kan ya, bahwa ternyata kohabitasi memiliki implikasi hukum yang diatur dalam KUHP Baru. Selanjutnya dalam tulisan terpisah akan kita kupas pro kontra kohabitasi dari sisi sosial kemasyarakatan. ***

Loading spinner

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *